[ARTIKEL] Kriminalitas Lampung: Curanmor, Pembegalan dan Kejahatan Berawal dari Kemiskinan

Sebuah artikel lama dari kompas.com sekitar bulan Mei 2008 tentang Pembegalan atau bahkan keriminalitas kelas dunia yang berasal dari Lampung. Meskipun artikel lama tapi sepertinya masih menarik untuk di baca. Berikut artikelnya:

NAMA Kecamatan Jabung sudah pasti tidak setenar Taman Nasional Way Kambas, meskipun keduanya terletak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Sayangnya, jika Way Kambas terkenal akan gajahnya, Jabung belakangan terkenal karena hal-hal yang negatif terkait dengan tindakan kriminalitas warganya.

Kondisi permukiman warga yang sangat sederhana di Desa Jabung, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, Minggu (4/5). Kemiskinan di daerah tersebut menyebabkan sebagian warga merantau ke Jawa dan ada yang menjadi pelaku kriminalitas. (KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA) Belakangan, banyak penjahat yang tertangkap di Jawa atau daerah lain di Sumatera mengaku dari Lampung Timur atau Jabung. Akibatnya, Jabung dicap sebagai daerah ”hitam” yang menghasilkan pelaku kriminalitas. Bahkan, saat Kompas merencanakan perjalanan jurnalistik untuk melihat langsung kondisi daerah Jabung, banyak yang berpesan agar berhati-hati. Pasalnya, untuk pergi ke Jabung disarankan jangan naik sepeda motor, apalagi pada malam hari. Sepeda motor merupakan sasaran empuk para begal. Selain itu, jangan keluyuran di Jabung sendirian, carilah teman yang juga warga Jabung asli. Ketika sampai di Jabung, ternyata kondisi di daerah tersebut tidak seseram yang diceritakan orang. Jalan menuju Jabung lumayan mulus meskipun sempit dan minim penerangan. Suasana di Jabung tak berbeda dengan suasana pedesaan umumnya, yaitu deretan rumah panggung gaya Lampung di pinggir jalan utama yang diselingi kebun lada, jagung, durian, dan lain-lain. Tujuan pertama adalah rumah salah satu tokoh masyarakat sekaligus tokoh adat Jabung bernama Ismail Umar yang bergelar Pangeran Is. Lewat seorang penghubung, Pangeran Is sudah mengetahui maksud kedatangan Kompas. Setelah beramah-tamah dan beberapa kali mengembuskan asap rokok, Pangeran Is mengakui wilayah Jabung sejak lama dikenal rawan kriminalitas dan sejumlah warganya menjadi pelaku kriminalitas. ”Semua itu karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap Jabung. Jabung jarang disentuh pembangunan. Padahal untuk mengurangi kriminalitas, cukup dengan membuka lapangan pekerjaan di Jabung,” kata Pangeran Is. Menurut Pangeran Is, di sekitar Jabung terdapat dua perusahaan yang cukup besar, tetapi keduanya hanya membuka sedikit kesempatan kerja bagi pemuda Jabung. Karena menganggur dan salah bergaul, akhirnya pemuda-pemuda Jabung terlibat kriminalitas. ”Kriminalitas merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah dan terdesak kebutuhan ekonomi. Di sini sarana kesehatan minim, dokter hanya dua jam di puskesmas. Membuat KTP saja perlu waktu enam bulan,” kata Mustofa, pemuka adat di Jabung. Mustofa mengungkapkan, potensi kriminalitas bisa meningkat karena luas lahan pertanian dan perkebunan di Jabung yang berstatus tanah ulayat makin sempit. Ini disebabkan adat istiadat Lampung, yaitu membeli gelar adat, yang membutuhkan banyak uang. Warga terpaksa merelakan tanah demi membiayai upacara adat. Cap sebagai daerah penghasil pelaku kriminalitas ternyata membuat warga Jabung gerah. Kata Mustofa, para pelaku kriminalitas yang tertangkap boleh saja mengaku dari Jabung, tetapi mereka belum tentu warga Jabung asli. Menurut Mustofa, karena cap Jabung yang buruk, setiap penjahat asal Lampung pasti disebut dari Jabung. Disebut ”pemain” Faktor terdesak kebutuhan ekonomi yang membuat warga Lampung Timur menjadi pelaku kriminalitas dibenarkan oleh salah satu pelaku kriminalitas antarnegara yang ditemui Kompas di Sukadana, ibu kota Kabupaten Lampung Timur. Pria tersebut bernama Wawan (bukan nama sebenarnya), umurnya sekitar 35 tahun, berbadan tegap, dan tinggi sekitar 170 sentimeter. Melalui seorang penghubung, Kompas dapat melakukan wawancara dengan Wawan di rumahnya. Wawan mengungkapkan, para pelaku kriminalitas dari Lampung Timur, yang sering disebut ”pemain”, tidak hanya beraksi di Indonesia, tetapi sampai ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Kolombia, bahkan Rusia. Wawan kembali menegaskan pernyataan Pangeran Is dan Mustofa bahwa kemiskinan merupakan biang keladi munculnya pelaku kriminalitas dari Lampung Timur. Wawan mengatakan, pemerintah harus menyadari penyebab munculnya pelaku kriminalitas dari Lampung Timur. Menurut Wawan, para pemain yang beraksi di luar negeri sebenarnya merupakan aset Lampung Timur. Mereka adalah orang yang memiliki kecerdasan tinggi, tetapi memanfaatkan kelebihannya untuk kejahatan karena tidak ada lapangan pekerjaan. ”Para pemain dari Lampung Timur yang pergi ke luar negeri biasanya terlibat perampokan, pencurian, atau menjadi pembunuh bayaran. Hasil kejahatan di luar negeri dibawa pulang untuk mendirikan usaha,” kata Wawan. Kehebatan para pemain dari Lampung Timur di luar negeri sudah teruji, bahkan mirip mafia karena terorganisasi. Kata Wawan, para pemain antarnegara dari Lampung Timur sangat pandai menghilangkan jejak. Para pemain menganggap jadi buronan polisi sebagai kegagalan. Mereka yang dikejar polisi biasanya tidak akan pulang ke kampung atau memilih bunuh diri karena aib. ”Para pemain antarnegara terdiri dari ’tukang gambar’ dan eksekutor. Tukang gambar bertugas memetakan sasaran dan lokasi selama dua tahun, setelah itu tugas eksekutor yang akan beroperasi selama lima tahun,” kata Wawan. Untuk menghindari pelacakan polisi, para pemain tidak langsung menuju negara sasaran, tetapi berpindah dari satu negara ke negara lain. Ada pula yang berkedok sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Keinginan melepaskan diri dari kemiskinan, kata Wawan, menyebabkan orang-orang di Lampung Timur memilih risiko terberat, yaitu kematian. Sanak saudara tidak menyesali anggota keluarga yang mati sebagai pemain. Menurut Wawan, selama tahun 2002 ada 70-an peti mati dari Jawa dikirim ke berbagai daerah di Lampung. Isinya jenazah para pemain yang ditembus peluru aparat. Kepala Polres Lampung Timur Ajun Komisaris Besar Dedi Jumadi membenarkan bahwa wilayahnya memiliki stereotip sebagai kawasan menakutkan. Budaya masyarakat yang saling melindungi ikut mendukung suburnya kriminalitas. ”Susah mendapat informasi tentang pelaku kriminalitas di Lampung Timur karena mereka dilindungi tetangganya. Jangan menangkap tersangka di desanya, tangkap di luar desanya. Informasi keberadaan tersangka harus jelas,” kata Dedi, yang pernah mengerahkan 200 polisi hanya untuk merazia minuman keras di sebuah desa di Lampung Timur. Menurut Dedi, ada dua macam pelaku kejahatan dari Lampung Timur. Pertama, pelaku kejahatan lokal yang melakukan kejahatan hanya untuk foya-foya sesaat. Biasanya pelaku adalah remaja belasan tahun. Kedua, pelaku kejahatan di luar Lampung Timur yang melakukan kejahatan sebagai profesi. Fenomena kejahatan dikatakan Dedi sebagai fenomena gunung es yang terapung di air. Jika bagian puncak dikikis, bagian bawah yang lebih besar justru akan muncul ke permukaan. ”Untuk menangani kriminalitas tidak bisa hanya dengan menyikat habis pelakunya. Faktor lain yang mendorong orang berbuat kriminal harus diperhatikan,” ujarnya. Kemiskinan dan kriminalitas saling terkait seperti lingkaran setan. Kriminalitas bukan sebab, tetapi akibat dari kemiskinan. Kriminalitas terbukti bisa menjadi budaya yang dianggap lumrah oleh masyarakat. Warga di Jabung ataupun di Sukadana sudah menjerit bahwa kemiskinan menyebabkan banyak generasi muda mereka menjadi pelaku kriminalitas. Bahkan pelaku kriminalitas pun mengakui bahwa kemiskinan adalah biang keladi. Pemerintah harus menyadari bahwa kemiskinan menjadi pendorong yang luar biasa terhadap meningkatnya kriminalitas. Pemerintah harus bertindak nyata mengatasi kemiskinan, jangan sampai penduduk miskin di negeri ini memperoleh pembenaran untuk menjadi ”pemain”. Sumber: Kompas, Jumat, 16 Mei 2008

Hmm tidak tau siapa yang harus di salahkan, tapi kejahatan tetap lah sebuah keburukan yang harus selalu kita hindari gan. Kejahatan bukan lah sebuah pilihan, menurut datuk, kemiskinan atau cobaan hidup lainya bukan alasan untuk melakukan kejahatan. Bentengilah hati kita dengan iman yang kuat, karna datuk yakin seberat apapun cobaan hidup kita, iman kita akan melindungi kita untuk tidak melakukan hal hal seperi itu. Masih banyak jalan yang di berikan Tuhan kepada kita, tentu bukan jalan keburukan.

Semoga bermanfaat gan

Baca: http://ulunlampung.blogspot.com/2008/05/kriminalitas-di-lampung-kejahatan.html?m=1

14 tanggapan untuk “[ARTIKEL] Kriminalitas Lampung: Curanmor, Pembegalan dan Kejahatan Berawal dari Kemiskinan”

  1. Faktor budaya juga bro…kesalahan menerjemahjkan Fiil Pasanggiri menjadi Gengsi, Ego, Harga Diri menjadi mereka harus selalu ingin dihjormati, disegani, gk bisa tersinggung.

    Alam Lampung yang kaya tinggal cerita bagi anak keturunan Ulun Lampung, karena tanah dan kebon sudah habis terjual untuk keperluan Pesta Adat, Begawi dsb.

    Stereotipe yg melekat pada pemuida2 lampung menjkadikan mereka sulit diterima bekerja pada sektor2 swasta sehingga banyak yang mengambil jalan pintas menjadi perampok dan begal.

    Budaya saling melindungi jg menkadikan praktek kriminal ini seolah mendapat legitimasi dari masyarakat. Jadi solusinya adalah penegakan hukum.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Yup bener bro… Faktor budaya memang benar bro, ini yang kadang di anggap agak rasis tapi memang itu ada nya mau tak mau memang salah satu alasan…. 😊

      Suka

  2. wah infonya bagus gan, jadi sebenernya banyak orang berpotensi diindonesia namun salah dalam mengaplikasikannya dan juga dikarenakan ketidak adanya sarana untuk mengekspresikan potensinya…

    Suka

Tinggalkan komentar